Kamis, 06 November 2014

Mencintai Rasulullah SAW

Pekan lalu ada pertanyaan menarik dari salah satu mahasiswa dan santri STKIP Al-Hikmah tentang cinta. Ya... tentang bagaimana mencintai Rasulullah SAW? Pikiran saya lalu melayang dan merenungkan jawaban yang tidak mudah. Karena mencintai Rasulullah SAW itu mudah untuk diucapkan dan diceramahkan, tapi tidak mudah untuk diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Apalagi Rasulullah SAW juga sudah lama wafat dan meninggalkan dunia pada 14 abad lalu. Tapi saya yakin bahwa cinta tidak harus bertemu secara fisik. Cinta juga tidak harus bersama. Cinta adalah rasa yang indah bukan oleh pertemuan fisik, sering berkomunikasi, jarak yang dekat, atau masa yang dekat. Cinta itu menembus batasan segala dimensi. Cinta itu mendobrak batasan fisik, jarak, waktu dan ruang.
Mencintai Rasulullah tidak mungkin tanpa mencintai Allah lebih dahulu. Karena itu mencintai Allah harus didahulukan dan diprioritaskan. Bukankah syahadat umat Islam juga mendahulukan La ilaha Illa Allah (Tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah) atas syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Mencintai Allah guna mencapai ridho-Nya adalah tujuan. Sementara mencintai Rasulullah SAW dan mengikuti sunah beliau adalah jalan yang ditetapkan oleh Allah untuk mencintai-Nya. Beliaulah suri tauladan yang baik dalam mencintai Allah dan semua akhlak mulia manusia. Rasulullah SAW juga disebut sebagai Habiburrahman (Kekasih Allah yang Maha Pengasih), karena istiqomah beribadah dan dzikir mengingat Allah, mohon ampunan dari dosa lebih dari 100 kali setiap hari, serta istiqomah tahajjud hingga kakinya bengkak meski Allah telah mengampuni dosa yang lalu maupun yang akan datang. Jadi, sekali lagi tidak mungkin mencapai tujuan cinta Allah tanpa jalan Muhammad Rasulullah.
Sebenarnya menjadi kekasih yang mencintai Rasulullah SAW itu sederhana. Sebagaimana dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah SAW pernah meneteskan air mata dan menangis pada suatu hari, lalu para sahabat bertanya, "Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Rasulullah?" beliau menjawab,"Aku merindukan para kekasihku (yang mencintai aku)" Para sahabat berkata lagi,"Bukankah kami adalah para kekasihmu, wahai Rasulullah?" Beliau lalu menjelaskan,"Bukan. Kalian adalah para sahabatku. Adapun para kekasihku adalah suatu kaum yang datang sesudahku dan beriman kepadaku meski tidak pernah melihatku." Sungguh beriman kepada beliau sesudah beliau wafat adalah sederhana dan mudah. Bahkan, mungkin semua umat Islam di dunia saat ini termasuk para kekasih Rasulullah SAW. Pertanyaanya kemudian adalah apakah mereka benar-benar mencintai Rasulullah SAW? Apa bukti cinta kepada Rasulullah SAW?
Pada zaman dahulu, generasi pertama para sahabat telah beriman kepada Rasulullah dan telah membuktikan cinta mereka kepada Allah dan Rasulullah SAW. Bukti cinta Abu Bakar ra adalah menginfakkan hampir seluruh harta bendanya di jalan Allah, membenarkan cerita Rasulullah SAW tentang peristiwa Isra' mi'raj tatkala semua orang mendustakannya, menjaga beliau saat di gua Tsur dari berbagai ancaman hingga rela digigit ular gurun demi keselamatan kekasihnya. Umar bin Khattab ra menegakkan keadilan karena Allah, berjuang di sisi Rasulullah kapanpun dibutuhkan, keislamannya membuat umat Islam menjadi lebih kuat, siang malamnya digunakan hanya untuk beribadah dan menyelesaikan urusan umat, serta wafat terbunuh saat mengimami shalat subuh. Utsman bin Affan ra terkenal sebagai penghafal Al-Qur'an yang bibirnya basah oleh ayat-ayat Al-Qur'an, sebagian besar hartanya diinfakkan di jalan Allah, sangat pemalu dan banyak berdzikir, wafat terbunuh saat membaca Al-Qur'an. Ali bin Abi Thalib ra rela menggantikan Rasulullah SAW tidur di atas ranjang saat para pemuda Quraisy ingin membunuh Rasulullah sebelum berangkat hijrah, mempertaruhkan jiwanya di hampir semua medan perang, zuhud dan wawasan keislamannya sulit tertandingi, wafat terbunuh sebelum mengimami shalat subuh. Bilal bin Rabah ra rela disiksa hingga hanya mampu berkata "Ahad...Ahad...Ahad", menjaga kesucian dengan mudawamah wudhu dan selalu meneteskan air mata saat mengumandangkan adzan khususnya saat nama Rasulullah disebut setelah beliau wafat hingga pernah menolak mengumandangkan adzan. Lalu bagaimana dengan kita? Apa bukti cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya?
Cinta Rasulullah SAW kepada umat Islam begitu mendalam. Beliau rela bolak balik menghadap Allah hanya untuk meringankan beban shalat hingga sampai lima waktu dalam sehari dan memberikan banyak keringan dan kemudahan yang proporsional dalam beragama. Ingatkah kita bagaimana Rasulullah SAW dilempari kerikil dan kotoran hewan, bahkan dilempari batu besar hingga berdarah-darah di Thaif, tapi beliau hanya berdo'a, "Ya Allah ampunilah mereka dan berikanlah dari mereka keturunan yang beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Ya Allah tunjukkanlah mereka kepada jalan yang lurus. Sungguh mereka adalah kaum yang tidak mengetahui." Ingatkah kita bagaimana Rasulullah SAW menahan rasa lapar dengan meletakkan batu di perutnya. Dan yang lebih membuat kita tak berdaya dan limbung tatkala mengingat bagaimana Rasulullah masih saja mengingat umatnya di saat-saat mendekati sakaratul maut dan selalu mendo'akan umat Islam. Jika demikian dahsyatnya umat Islam di hati Rasulullah, maka dimanakah Rasulullah di hati kita?
Rasulullah pernah bersabda,"Seseorang akan menjadi hamba kepada apa-apa yang dicintainya." dan diriwayat lain "Seseorang akan bersama orang yang dicintai." karena itu kepada siapa kita mencinta, karena apa dan untuk siapa, adalah hal yang penting dalam hidup. Jika kita mencintai Allah lebih dari segalanya dan menjadi hamba-Nya yang taat, maka itulah cinta sejati. Itulah cinta sesungguhnya. Jika kita mencintai RAsulullah lebih dari cinta kita kepada diri sendiri, orang tua, istri/suami, anak-anak dan orang lain, maka itulah cinta yang timbul dari iman sesungguhnya. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang mendapatkan tiga perkara dalam dirinya, maka ia telah mendapatkan manisnya keimanan; yaitu Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya, mencintai dan membenci orang lain karena Allah, serta benci kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci jika dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Bukhori dan Muslim)
Agar cinta kita kepada Rasulullah terus tumbuh dan lebih menguat, maka mari mempelajari sirah Nabi Muhammad SAW lebih mendalam dan menghayatinya. Mari kita bersholawat dan mendo'akan kebaikan kepada beliau. Mari berusaha sekuat tenaga untuk meneladani beliau dengan menjalankan sunnah beliau dalam kehidupan sehari-hari. Mari hidup dalam setiap helaan nafas dengan dzikrullah dan mencintai Rasulullah SAW.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar