Senin, 29 September 2014

Mari berlomba-lomba dalam kebaikan



Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah dan Hari Arofah
Mari kita berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijah diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berikut,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».
"Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." [HR. Abu Daud, dll, shahih]
Di antara keutamaan hari Arofah (9 Dzulhijah) disebutkan dalam hadits berikut, “Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah di hari Arofah (yaitu untuk orang yang berada di Arofah). Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” [HR. Muslim no. 1348, dari ‘Aisyah]  Keutamaan yang lainnya, hari arofah adalah waktu mustajabnya do’a. Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arofah.” [ HR. Tirmidzi no. 3585. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan]
Jangan Tinggalkan Puasa Arofah
Bagi orang yang tidak berhaji dianjurkan untuk menunaikan puasa Arofah yaitu pada tanggal 9 Dzulhijah. Hal ini berdasarkan hadits Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, 
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Puasa Arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.”[HR. Muslim no. 1162, dari Abu Qotadah]
Hadits ini menunjukkan bahwa puasa Arofah lebih utama daripada puasa ‘Asyuro. Di antara alasannya, Puasa Asyuro berasal dari Nabi Musa, sedangkan puasa Arofah berasal dari Nabi kita Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam. [ Lihat Fathul Bari, 6/286]. Keutamaan puasa Arofah adalah akan menghapuskan dosa selama dua tahun dan dosa yang dimaksudkan di sini adalah dosa-dosa kecil bukan dosa besar. Atau bisa pula yang dimaksudkan di sini adalah diringankannya dosa besar atau ditinggikannya derajat. [ Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 4/179, Mawqi’ Al Islam[]
Sedangkan untuk orang yang berhaji tidak dianjurkan melaksanakan puasa Arofah. Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa ketika di Arofah. Ketika itu beliau disuguhkan minuman susu, beliau pun meminumnya.” [HR. Tirmidzi no. 750. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih]

Senin, 22 September 2014

KAJIAN AL-QUR'AN SURAT AL-ANKABUT AYAT 69



YAKIN BERJUANG, ALLAH MEMBERI JALAN
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّـهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٦٩
" Adapun orang-orang yang berjuang (bersungguh-sungguh) di dalam urusanKu maka pasti akan Aku ( Allah ) tunjukkan jalanKu pada mereka, sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik". (QS. al-Ankabut: 69)
Hidup untuk berjuang adalah keniscayaan. Siapapun yang tidak berjuang sebenarnya dia telah mati sebelum datang kematian sesungguhnya. Berjuang berarti mencurahkan segala kemampuan dan tenaga untuk meraih kemenangan saat menghadapi lawan. Mencurahkan semua kemampuan pikiran, ucapan, perbuatan, harta dan nyawa. Raghib al-Isfahani membagi lawan yang harus dihadapi oleh manusia menjadi tiga. Yaitu berjuang melawan musuh yang tampak oleh panca indera, berjuang melawan godaan syetan yang tidak tampak, dan berjuang melawan hawa nafsu yang ada dalam diri manusia sendiri.
Sebelum berjuang seseorang harus meluruskan niat dan selalu memperbarui niat. Dia harus berpikir dan bertanya, ‘berjuang dalam urusan apa dan untuk siapa?’ Jika berjuang dalam urusan Allah dan untuk Allah, maka inilah makna perjuangan sesungguhnya. Inilah makna perjuangan yang dijanjikan oleh Allah akan ditunjukkan pada jalan kemenangan dan kebahagiaan seperti ayat di atas. Seorang mahasiswa yang meninggalkan rumah untuk menuntut ilmu Allah.  Dia giat mencari informasi, mengkaji dan menyelesaikan permasalahan, tidak membeda-bedakan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Dia berkerja keras membuat penelitian dan suatu saat mengabdikan dirinya menjadi guru profesional untuk masyarakat dan bangsa Indonesia termasuk pejuang.
Pejuang juga harus berkorban. Mengkorbankan waktu, tenaga, harta benda, keluarga, bahkan nyawa semata demi meninggikan kalimat Allah di muka bumi. Allah pasti akan menepati janji-Nya kepada orang-orang yang benar-benar berjuang dan berkorban. Seorang suami yang gigih melawan pencuri yang masuk ke dalam rumah guna menjaga keluarga dan harta bendanya termasuk pejuang. Seorang wanita yang mempertahankan kesucian dirinya dari lelaki jahat termasuk pejuang. Seseorang yang berbuat baik dan memberi manfaat untuk orang lain karena Allah juga termasuk pejuang.  Orang yang selalu berbuat baik termasuk yang dijanjikan oleh Allah meraih petunjuk jalan kemenangan dan kebahagiaan. Itulah salah satu rahasia Allah menutup ayat tersebut dengan menjanjikan ‘ma’iyyah Allah’ (kebersamaan Allah) kepada orang-orang yang berbuat baik. JIka Allah telah bersamanya, mencintai dan melindunginya, maka adakah yang bisa mengalahkan? Pasti tidak ada. Dan umat Islam harus yakin akan janji itu. Tidak salah jika dikatakan jihad (perjuangan) adalah pengorbanan.  Sang pejuang tidak menuntut untuk diberi, tetapi memberikan yang terbaik dari semua yang dimiliki.
Pejuang akan menjadi karakter kuat dan akhlak mulia pada diri seseorang jika dilakukan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung, serta dilakukan secara terus menerus. Sebagaimana definisi akhlak menurut Imam al-Ghazali dan al-Jurjani bahwa akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung. Jika sifat tersebut melahirkan perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syariat dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak baik. Sedangkan jika darinya terlahir pebuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak buruk.
Namun Jika ada orang yang berjuang hanya untuk kepentingan diri dan kelompoknya, berjuang untuk memecah belah umat dengan kata-kata dan tulisan, atau berjuang untuk kepentingan dunia yang sesaat, maka ini termasuk perbuatan sia-sia. Bukan petunjuk jalan kebahagiaan yang didapat, tapi kehinaan dan dosa. Bahkan Allah mensifatinya lebih jelek dari binatang jika selalu memperturuti godaan syetan dan hawa nafsunya. Jadi teringat kisah petani yang berpikir pendek dan tidak punya belas kasihan pada binatang dengan seekor keledai yang cerdas dan pejuang.
Diceritakan pada suatu hari, keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur dekat rumah. Hewan itu menangis memilukan selama berjam-jam, sementara si petani sibuk memikirkan langkah apa yang harus dilakukan. Si petani akhirnya mengambil keputusan dramatis. Dengan alasan keledai itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun ( di tutup karena berbahaya ), jadi tak ada gunanya berbelas kasihan dan menolong keledai. Malah dia mengajak para tetangga rumah untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.
Pada mulanya, keledai menyadari apa yang sedang terjadi dan dia menangis penuh kesedihan. Tapi kemudian semua orang takjub karena keledai menjadi diam justru setelah mereka bermaksud menguburnya hidup-hidup. Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur, si petani dan tetangganya melihat ke dalam sumur. Mereka tercengang dengan apa yang dilihatnya. Walaupun punggungnya terus tertimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Dia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu keledai menaiki tanah itu.
Sementara para tetangga si petani terus menuangkan tanah ke atas punggung hewan itu dan keledai terus mengguncang-guncangkan badannya lalu melangkah naik. Setapak demi setapak. Segera saja, semua orang terpesona ketika keledai meloncat ke tepi sumur dan melarikan diri… !!!
Ini hanya sekedar kisah keledai dan petani. Tapi tampaknya mirip dengan keadaan hidup kita di dunia ini. Setiap masalah dari berbagai macam masalah yang menimpa diri kita merupakan satu pijakan untuk terus melangkah. Kita dapat keluar dari masalah yang sangat berat dengan terus berjuang dan pantang menyerah. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama kita dan selalu memberi petunjuk jalan kemenangan dan kebahagiaan jika kita selalu berjuang pada jalan-Nya.